_(1).gif)
Desa Jagapura Kulon
Kecamatan Gegesik, Kabupaten Cirebon - 32
Administrator | 20 Juli 2024 | 106 Kali Dibaca

Artikel
Administrator
24 20-0 05:55:08
106 Kali Dibaca
Jagapura Kulon, Cirebon - Tradisi Saptawara kembali semarak di Desa Jagapura, Kecamatan Gegesik, Kabupaten Cirebon. Acara tahunan yang telah berlangsung selama 30 tahun ini menjadi bukti nyata komitmen masyarakat dalam menjaga dan melestarikan budaya wayang kulit. Digagas pada tahun 1994 oleh Bapak Haji Dalang Mansur dan para seniman Gegesik, Saptawara awalnya merupakan tradisi sedekah panggung yang dilakukan para dalang saat memulai musim hajat. Seiring waktu, Saptawara berkembang menjadi festival budaya yang meriah dan melibatkan berbagai elemen masyarakat.
"Saptawara" berasal dari kata "Sapta" yang berarti tujuh dan "wara" yang berarti wewara atau pengumuman. Sesuai namanya, acara ini berlangsung selama tujuh malam, diawali dengan doa bersama sebagai bentuk penghormatan kepada para sesepuh dan pelestarian tradisi leluhur.
"Saptawara bukan hanya tentang pertunjukan wayang kulit, tetapi juga menjadi ajang pendidikan bagi anak-anak pendalang," jelas Bapak Nono Warsono, Ketua Pelaksana Saptawara 2024. "Lebih dari 15 dalang ternama Gegesik turut memeriahkan acara ini, menunjukkan kekayaan budaya wayang kulit di wilayah ini."
Tahun 2024, Saptawara Jagapura mengangkat tema "Melestarikan Budaya, Melestarikan Wayang Kulitnya". Acara ini dibuka pada hari Sabtu, 20 Juli 2024 di Jagapura, dan dimeriahkan dengan penampilan Wayang Kulit Elang Raja. Dukungan dari Dinas Pariwisata dan Budaya Kabupaten Cirebon dan Kasultanan Kacirebonan semakin memperkuat nilai budaya Saptawara.
"Saptawara dihadiri oleh keluarga keraton Kacirebonan, Muspika, staf ahli bupati, unsur dinas, dan kuwu-kuwu sekitar," papar Bapak Nono Warsono. "Acara ini berlangsung selama tujuh malam, di mana malam kemarin di Hari Jum'at doa bersama kirim arwah, malam ini atau Hari Sabtu dan Minggu di Jagapura, kemudian malam keempat dan kelima di Desa Kedung Dalam, dan ditutup pada malam keenam dan ketujuh di Alun-alun Gegesik,” Papar Bapak Nono Warsono.
Kehadiran teknologi modern dan hiburan digital di era digital ini dikhawatirkan dapat menggeser pangsa pasar wayang kulit. Wayang kulit, yang dulunya banyak digandrungi masyarakat, terutama para petani, kini menghadapi tantangan untuk tetap eksis di tengah gempuran budaya modern. Di Desa Gegesik, tradisi wayang kulit masih terjaga dengan kental. Hal ini terlihat dari masih maraknya penyelenggaraan acara-acara tradisi petani yang diiringi pertunjukan wayang kulit. Acara- acara tersebut diadakan tiga kali dalam setahun, yakni Sedekah Bumi, dilakukan sebelum mengolah sawah sebagai bentuk rasa syukur kepada Dewi Sri dan harapan agar tanah yang diolah menjadi subur; Mapag Sri, dilakukan saat panen padi sebagai bentuk rasa Syukur atas hasil panen yang berlimpah; Ruwatan, dilakukan untuk membersihkan diri dari kesialan dan mendatangkan keberentungan.
Saptawara menjadi wadah untuk membahas pelestarian wayang kulit, kesenian tradisional yang sarat makna dan filosofi. Acara ini menghadirkan narasumber yang memaparkan berbagai tantangan dalam menjaga kelestarian wayang kulit di era modern, di mana budaya luar dengan mudah masuk melalui media sosial dan seni modern, sehingga kita dianggap ketinggalan zaman.
Salah satu narasumber menjelaskan bahwa pagelaran wayang kulit memiliki makna yang mendalam. Dengan 23 alat musiknya, yang sama dengan jumlah rakaat shalat, wayang kulit menyimbolkan nilai-nilai spiritual dan moral. Pagelaran ini pun memiliki sejarah panjang, diprakarsai oleh Sunan Kalijaga atas arahan Sunan Gunung Jati, yang dikenal sebagai Raja Pandita karena keahliannya dalam ilmu agama dan pemerintahan. Kenapa disebut Raja Pandita? raja berarti kepala negara, kakeknya dia itu raja (prabu Siliwangi), pandita atau kakek beliau adalah seorang sultan dari Mesir. Sehingga Sunan Gunung Jati mendapat gelar Raja Pandita. walaupun wali yang paling muda umurnya tetapi keilmuannya sangat diakui dan menjadi rujukan oleh para senior yang lain.
Menurut narasumber, menjaga wayang kulit bukan berarti menghilangkannya, tetapi menjadikannya passion dan ciri budaya yang hidup. Sebagai orang Indonesia, kita harus bersatu untuk melestarikan kekayaan budaya ini. Cirebon itu milik kita bersama bukan milik satu orang sehingga kesadaran itu yang harus kita tumbuhkan.
Lebih dari sekadar hiburan, pagelaran wayang kulit diharapkan dapat menanamkan nilai-nilai sopan santun dan tata cara menghormati orang lain. Di tengah gempuran zaman modern, di mana nasihat terkadang disalahartikan, pagelaran wayang kulit menawarkan cara yang lebih halus dan mudah diterima untuk menyampaikan pesan moral.
Nilai moral dan budaya saling terkait. Hilangnya pagelaran wayang kulit dapat berdampak pada hilangnya nilai-nilai tersebut, yang pada akhirnya dapat menggerus moral bangsa. Hal ini sudah mulai terlihat dengan maraknya saling hujat dan menyalahkan. Para wali songo menggunakan cara yang sopan dan elegan dalam menyebarkan agama Islam, salah satunya melalui pagelaran wayang kulit. Berokan dan tari topeng menjadi contoh media yang digunakan untuk menyampaikan pesan moral dan spiritual.
Mengapa Nusantara Islamnya Berkembang Masif? karena Islam di Nusantara berkembang pesat bukan melalui peperangan, melainkan dengan cara yang sopan dan elegan, salah satunya melalui pagelaran budaya. Salah satu contohnya adalah pertunjukan berokan, di mana seseorang masuk ke dalam karung dengan mulut menyerupai buaya, untuk menarik perhatian dan menyampaikan pesan dakwah.
Selain berokan, ada pula tari topeng yang sarat makna. Penari topeng dengan wajah tertutup menyampaikan nasehat kehidupan, mulai dari masa kanak-kanak yang penuh keceriaan, hingga kedewasaan yang penuh tanggung jawab, hingga persiapan menuju kematian.
Seni wayang di Cirebon pun tak luput dari pengaruh Islam, dengan falsafah Wali Sanga yang dianutnya. Kearifan lokal Nusantara ini menjadi bukti kecerdasan para wali dalam menyebarkan Islam dengan cara yang mudah diterima masyarakat. Menjaga dan melestarikan tradisi pagelaran budaya ini menjadi tugas bersama. Hal ini bukan hanya untuk menjaga kekayaan budaya, tetapi juga untuk membentengi moral masyarakat di daerah kita.
Acara Saptawara yang menghadirkan pertunjukan wayang kulit menjadi salah satu contoh upaya pelestarian budaya. Masyarakat yang tidak dapat hadir secara langsung dapat menontonnya melalui live streaming di YouTube dengan nama (langen putra). Masing-masing sanggar biasanya akan merekam pertunjukannya secara mandiri.
Melalui pagelaran budaya yang sarat makna dan kearifan lokal, Islam dapat berkembang pesat di Nusantara. Mari kita jaga dan lestarikan tradisi ini sebagai bagian dari identitas budaya bangsa.
Komentar Facebook
Statistik Desa

Populasi
4405

Populasi
4062

Populasi
-

Populasi
-

Populasi
8467
4405
LAKI-LAKI
4062
PEREMPUAN
-
JUMLAH
-
BELUM MENGISI
8467
TOTAL
Aparatur Desa

Kuwu
Alwanudin

Sekretaris Desa
ANDI WAMYANI

Kasi Pemerintahan
Panji Umbara

Kasi Kesejahteraan
SANANI

Kaur tata usaha dan Umum
MUNAWI

Kaur Keuangan
EVI LELIYAWATI

Kadus I
MASHURI

Kadus II
MISTIYANINGSIH

KADUS IV
BAYU MALIK ELBAZENT

Kasi Pelayanan
ABDUL KHIDIR

Kaur Perencanaan
ROJUDIN

Kadus III
ARIS SUDARSONO


_(1).gif)
Desa Jagapura Kulon
Kecamatan Gegesik, Kabupaten Cirebon, 32
Hubungi Perangkat Desa untuk mendapatkan PIN
Masuk
Menu Kategori
Arsip Artikel

218 Kali
Legenda Desa dan Sejarah Pembangunan Desa

131 Kali
Pemdes Jagapura empat Bersinergi Terkait Gunungan Sampah Dibawah Kolong jembatan Jagapura

117 Kali
JAMIYAH RUTINAN PEMERINTAH DESA JAGAPURA KULON

109 Kali
Pembukaan Kelompok KKN 123 UINSSC 2024 Di Desa Jagapura Kulon Kecamatan Gegesik Kabupaten Cirebon

106 Kali
Pagelaran Wayang Kulit "Saptawara Dalang Gegesik" di Desa Jagapura kulon Kecematan Gegesik, dengan tema " Melestarikan Budaya Wayang Kulit di Era Modern"

87 Kali
Pandai Besi Tong Ani Masih Eksis Hingga Kini, di Desa Jagapura Kulon

84 Kali
Seminar Smart Farming Melalui Metode Purba - Mahasiswa KKN 123 UIN Syekh Nurjati Cirebon Edukasi Pertanian Organik
.jpeg)
76 Kali
Penutupan KKN UINSSC Desa Jagapura Kulon : Penarikan Mahasiswa KKN UINSSC Kelompok 123 Desa Jagapura Kulon, Kecamatan Gegesik, Kabupaten Cirebon

72 Kali
Mahasiswa KKN UINSSC Kelompok 123 Melakukan Sosialisasi Website Desa kepada SDN 1 Jagapura Kulon

75 Kali
Mahasiswa KKN 123 UINSSC mengikuti program bantuan pangan terkait stunting di Kecamatan Gegeik

84 Kali
Seminar Smart Farming Melalui Metode Purba - Mahasiswa KKN 123 UIN Syekh Nurjati Cirebon Edukasi Pertanian Organik

218 Kali
Legenda Desa dan Sejarah Pembangunan Desa

87 Kali
Pandai Besi Tong Ani Masih Eksis Hingga Kini, di Desa Jagapura Kulon

74 Kali
Mahasiswa KKN 123 Gelar JUMSIH (Jumat Bersih)
Agenda

Belum ada agenda terdata
Sinergi Program
Komentar
Statistik Pengunjung
Hari ini | : | 164 |
Kemarin | : | 179 |
Total | : | 26,905 |
Sistem Operasi | : | Unknown Platform |
IP Address | : | 3.17.57.190 |
Browser | : | Mozilla 5.0 |
Kirim Komentar